Kejahatan Seksual
Oleh: Nursetyo Iswandani

Melihat kasus di atas, kebanyakan orang
pasti akan mengatakan kebiadaban bagi para pemerkosa. Meskipun ada pula
sebagian orang yang masih mempertanyakan korban terutama masalah busana.
Terlepas dari itu semua, tindakan memperkosa memang tidak dibenarkan
dilihat dari aspek apapun; kemanusiaan, moral, agama, hukum, dsb.
Mengapa pemerkosaan bisa dan masih terjadi?
Pemerkosaan terhadap perempuan pasti
tidak secara mendadak ada dan terjadi. Ada yang mengkontruksi pikiran
seseorang terutama pelaku untuk melakukan tindakan itu, dan itu butuh
kontruksi panjang dan pengaruh dari luar pula.
Pertama, pandangan terhadap perempuan,
terlepas dari apa yang dipakai oleh perempuan, jika memang kontruksi
pikiran manusia memandang perempuan hanya sebagai alat pemuas maka Ia
akan tetap melakukan tindakan itu. Penelitian di Arab Saudi sejak tahun
1998 yang dilakukan oleh Saudy Study menghasilkan tingginya
tingkat pemerkosaan di Arab Saudi. Kita bisa melihat pakaian apa yang
dipakai di sana, rata-rata memakai pakaian tertutup. Harus kita pahami
pula bahwa logika patriarki memang masih begitu kuat. Selama perempuan
masih dianggap di bawah kekuasaan laki-laki, maka harkat dan martabatnya
masih harus diperjuangkan pula. Perempuan harus berjuang melawan
konstruksi yang terbentuk dalam melihat kaum perempuan. Misnatun dalam
buku Pendidikan Posmodernisme menuliskan bagaimana perjuangan seorang
perempuan (baca: R.A Kartini) dalam melawan adat yang pada waktu itu
sangat menyengsarakan kaum perempuan; pingit, nikah paksa, poligami,
cerai. Ini tugas yang harus diselesaikan agar masyarakat mampu memahami
dan menempatkan perempuan dan laki-laki dalam posisi yang setara.
Kedua, kegagalan pendidikan dalam
memberikan pendidikan seks kepada anak usia dini. Sebagian masih
menganggap tabu memberikan pendidikan seks kepada anak-anak. Nampaknya
dengan kondisi zaman yang sekarang ini, pendidikan seks tidaklah tabu
diberikan kepada anak-anak tentunya dengan porsi yang masih bisa
dijangkau anak-anak pula. Mereka harus diberi akses yang sama dalam
memahami fungsi dan batasan alat reproduksinya. Karena beberapa kasus
menempatkan posisi anak-anak sebagai pelaku pemerkosaan. Melalui
pendidikan pula konstruksi pikiran bisa dibentuk.
Ketiga, kesalahan dalam menghukum pelaku.
Pemerintah melalui Kementrian Sosial sedang mencanangkan hukuman kebiri
bagi para pelaku kejahatan seksual terutama kejahatan pada anak-anak.
Bagaimana sudah dijelaskan di atas, bahwa pemerkosaan tidak ada begitu
saja tanpa ada yang mengkonstruksi pikiran seseorang. Seseorang tidak
akan pernah melakukan pemerkosaan jika dalam pikirannya tidak ada niat
untuk memperkosa. Maka yang harus dibenahi adalah konstruksi pikirannya,
bukan alat kelaminnya. Pengambilan keputusan soal hukuman yang
dilakukan pemerintah hanya melihat permukaannya saja tidak mencoba
mengurai apa sebab tindakan itu bisa terjadi. Uraian dan analisis harus
dilakukan dengan baik sebelum memutuskan hukuman apa yang tepat. Karena
kita bisa melihat, pengambilan keputusan soal hukuman mati bagi pengedar
narkotika belum menghasilkan perubahan yang signifikan. Bahkan mereka
lebih berhati-hati lagi dalam bertindak.
Maka tidak mengherankan jika kasus-kasus
seperti itu seakan menjadi rutinitas dan tak kunjung selesai. Statistik
dari tahun ke tahun bahkan menunjukkan kenaikan yang cukup drastis. Jika
ini tak kunjung diselesaikan, maka bukan tidak mungkin akan selalu
mengalami peningkatan kembali dari tahun ke tahun.[]
Posting Komentar untuk "Kejahatan Seksual"
Berkomentarlah dengan Bijak dan Kritis!