KULIAH? LALU SIAPAKAH SEBENARNYA DIRIMU MAHASISWA?
“Mengerikan melihat apa yang terjadi kalau ambisi dan kekuasaan tumbuh berkembang dalam benak orang idiot.” _Dhuong Thu Huong
Ini
sebuah tulisan sederhana mungkin lebih pantasnya merupakan pengantar
untuk memahami bagaimana situasi kuliah untuk saat ini yang di
persembahkan untuk kita semua, mari kita lihat kenyataan yang semestinya
menjadi acuan perdebatan namun malah dianggap sebagi fenomina
kebudayaan yang hampir semua kalangan menganggap hal itu sudah lumrah,
bahkan biasa-biasa saja. Lihat berita-berita tentang mahasiswa
dikoran-koran hari ini: aksi yang berbuah kekerasan dan perkelahian
antar mahasiswa dengan warga. Tak jarang muncul berita bagaimana
mahasiswa melakukan perbuatan asusiala dilingkungan kampus. Jika ada
berita yang sedikit positif adalah keberhasilan mahasiswa dalam
ber-wirausaha: mendapat modal sedikit lalu menciptakan bisnis yang
berbuah laba. Kampus membesarkan mahasiswa tidak dengan kenekatan
melainkan sikap untuk mematuhi semua aturan yang ada. Kini cobalah:
tengok berapa tinggi tembok dan pagar kampusmu dibangun. Berapa banyak
satpam yang diminta menjaga lingkungan kampus? Apa tujuan semua itu?
Untuk perlindungan kalian dari apa? Apakah ada penembak misterius yang
mau meledakkan kepala mahasiswa? Atau aksi anarki yang akan mengganggu
kegiatan kuliah kalian? Atau jangan-jangan kalian kuatir diintip orang
luar kalau sebenarnya tidak ada kuliah dalam arti yang sebenarnya?
SELURUHNYA ITU HANYA PETANDA TENTANG
KETERASINGAN! Semuanya ini hanya punya satu pesan lugas :kalian diawasi!
Kampus memproklamirkan diri sebagai kumpulan barak. Dilatih mahasiswa
untuk berpakaian sopan, mencukur rambut dengan rapi dan masuk dengan
tertib. Susunan bangku berurutan dari depan kebelakang. Teratur dan
terkendali. Seperti yang kubilang diawal, pekarangan kampus ditumbuhi
tidak hanya dengan tanaman tapi juga papan larangan. Malah ada pintu
masuk kampus ditancapkan gambar-gambar dosen-dosen yang jadi pejabat
jadi direktur. Singkatnya dibawah orde kapitalis kampus sibuk merias dan
berpamer diri.
Mari kita lihat panorama sekeliling
kampus: halaman luas untuk parkir dan bangunan apik untuk belajar. Cat
bangunan itu berwarna cerah. Kursi kuliah juga dipercantik. Seolah
kampus memberi jaminan nyaman dan menyenangkan. Beranda kampus selain
pos satpam juga ada kantor bank. Siap menerima pembayaran apa saja:
daftar ulang, daftar ujian, daftar KKN hingga skripsi. Lalu spanduk
bertebaran mengumumkan aneka ragam kegiatan. Seluruhnya hanya informasi.
Tak ada berita, tak ada ucapan heroic dan tak ada kalimat puitik.
Bangunan kampus itu megah tapi kering. Bagus tapi tidak menggugah.
JUJUR SAYA TERMENUNG MELIHAT ITU. Deretan
mahasiswa duduk rapi tanpa bantahan. Potongan mereka hampir mirip.
Tertempel di tembok diatasnya barisan foto para guru besar: padat gelar
dengan muka lukisan yang dibuat berwibawa. Menjatuhkan pandangan pada
kelas seperti sebuah titah: diamlah maka kamu akan dapat pengetahuan.
Seakan pengetahuan itu bisa menjelma dalam ruang yang sunyi. Tak berisik
dan tak bergerak. Lalu mahasiswa diperkenalkan dengan disiplin. Sebuah
aturan ditegaskan: masuklah dengan tertib, capailah nilai setinggi
mungkin dan berbuasanalah yang sopan. Maka kuliah seperti pekerjaan
pegawai dengan jam rutin dan hasil yang bisa diprediksi. Lazim kemudian
situasi ini dengan sebutan: latihan jadi kaum professional.
JANGAN KAU BILANG MAHASISWA ITU AGEN
PERUBAHAN JIKA MELIHAT SIKAPMU HARI. Punyakah kamu kepedulian atas
temen-temenmu yang kesulitan bayar uang kuliah? Adakah kamu merasa marah
atas pengumuman di halaman kuliah yang bunyinya masam: mahasiswa
dilarang pakai kaos dan sandal di pintu masuk halamannya? Bukankah
sebaiknya mereka menganjurkan mahasiswa baca buku dan sibuk diskusi
ketimbang ngurus pakaian apa yang pantas dipakai? Jangan kau katakan
dirimu dewasa kalau menyaksikan kemiskinan kamu hanya prihatin dan iba!
Sebenarnya siapa dirimu mahasiswa?
Bertanyalah pada dirimu siapakah kamu?
Tatap wajahmu dicermin: apa yang sebenarnya kau inginkan? Lihat ruangan
kamarmu; adakah yang berubah disana setelah kamu jadi mahasiswa? Pegang
kembali bukumu dan bacalah: perasaan apa yang berbeda ketika kamu jadi
mahasiswa? Ingat ingatlah: apa yang membawamu kuliah di fakultas ini?
Dorongan orang tua, biaya yang ada atau karena ada temen yang sudah
menjalaninya? Mengapa kamu berdiam diri saja ketika kuliah yang kau
jalani membosankan dan tidak membangkitkan imajinasimu? Mengapa kamu
hanya ikuti saja perkataan dosen yang tidak ada mutunya dan tidak
membuatmu berani? Sebenarnya apa yang kamu alami di kampusmu sekarang
ini?
Terror itulah yang sebenarnya kamu alami!
Bacalah spanduk dan papan pengumuman kampus. Isinya hanya tiga:
mengingatkan pembayaran, menganjurkan jaga lingkungan dan meng-informasi
kegiatan. Malahan kini tiap kampus berlomba buat aturan: tiap masuk
halamannya harus bayar. Dua orang penjaga loket selalu kasik karcis.
Mirip kalau masuk jalan tol. Katanya semua aturan itu untuk penertiban.
Bahkan ada kampus meyakini aturan itu bisa lindungi nyawa mahasiswanya.
Kata mereka: saat kampus dibebaskan lewat kendaraan apapun, banyak
mahasiswa mati ditabrak. Alasan paling naïf karena mengnggap kampus
seperti sirkuit balap. Ingatlah kampus tak pernah jadi lokasi syutting
fast farious. Diluar itu kantin mulai ditertibkan dan dilengkapi
sajiannya. Yang jualan itu harus lewat izin resmi kampus. Ada kampus
negeri yang lahannya tak bisa dipakai pedagang kaki lima. Alasannya
selalu saja: merusak keindahan!
Terror pula yang dijatuhkan untuk kawan
kawanmu. Ada banyak hukuman untuk mahasiswa yang nekat. Yang agak ringan
adalah panggilan. Dinasehati di beritahu sekaligus diancam. Diatasnya
itu ada skorsing. Tak diperbolehkan berangkat kuliah. Alasannya bisa apa
saja: membuat onar dan takut mempengaruhi yang lain. Lebih atas lagi
hukumannya adalah DO. Dihentikan secara resmi status sebagai mahasiswa.
Surat DO langsung dikirim ke orang tua. Lebih atas lagi adalah lapor ke
polisi. Ada rektor yang dengan ringan melaporkan mahasiswanya karena
merasa dicemarkan nama baiknya. Seakan rektor itu percaya dirinya punya
maksud baik. Ringkasnya hukuman dijatuhkan untuk mahasiswa yang
menggugat, menyangsikan dan melawan kebijakan kampus. Semua perbuatan
itu di ganjar oleh mereka yang menyebut diri sebagai berwenang.
Kewenangan yang telah membuat mereka bertindak semaunya dan sesuka-
sukanya. Penjual angkringan ingatkan situasi seperti ini, ungkapnya:
“Dunia penuh dengan ketidak adilan,
dan mereka yang memperoleh keuntungan dari ketidak adilan itu juga
berwenang memberikan ganjaran dan hukuman. Ganjaran didapatkan oleh
mereka yang bisa menemukan dalih dalih yang pintar untuk mendukung
ketidak adilan, dan hukuman di dapatkan oleh mereka yang mencoba
menghilangkan ketidak adilan tersebut”
Kewenangan itulah yang berkuasa kali ini.
Kampus berwenang untuk menentukan baju apa yang pantas dipakai oleh
mahasiswanya. Kampus punya wewenang untuk menetapkan berapa tarif tiap
mata kuliahnya. Kampus juga berwenang memberi penghargaan pada siapapun.
Banyak pejabat nista dianugerahi gelar kehormatan. Kampus juga melayani
riset apa saja. Bagi perusahaan yang mau beroperasi kampus siapkan
analisis lingkungannya. Bagi pengusaha yang mau jadi penguasa kampus
siapkan dukungannya. Sedangkan untuk pejabat yang ingin mengajar kampus
berikan jadwalnya. Singkatnya kampus bisa melacurkan diri untuk kepentingan apapun. Ibarat bengkel kampus menyediakan semua jasa yang berguna. Jika tak percaya lihatlah perangai dosenmu.
Tanyakan pada dosenmu apa kesibukannya
selain mengajar? Mengapa mereka susah sekali ditemui? Kenapa banyak
kuliah mereka yang libur? Lalu dimana karya intelektual mereka selama
ini? Tak ada jawaban yang memuaskan atas pertanyaan itu semua. Proyek
telah menyulap waktu mengajar menjadi waktu berburu anggaran. Tiap
proyek apapun kini butuh tangan para dosen untuk menasbihkannya. Ada
yang member analisa, disusul dengan rekomendasi dan diakhiri dengan
rencana proyek berikutnya. Coba saksikan bagaimana mobil-mobil menawan
yang dipunyai dosen muda. Tengoklah rumah indah yang dipunyai oleh dosen
yang waktu mengajarnya baru beberapa bulan saja. Terlebih kalau dosen
itu juga diangkat jadi pejabat, staf ahli atau konsultan. Limpahan
rejeki membuat membuat kita heran dan takjub. Itukah yang namanya
ilmuwan?
Pengetahuannya telah jadi komoditi.
Dipertukarkan untuk kepentingan apa saja. Ahli politik bisa berkarya
sebagai pengamat sekaligus konsultan. Ahli hukum dapat dipakai untuk
jadi saksi. Ahli medis dapat jadi staf ahli. Sedangkan ahli agama bisa
dipakai untuk jadi saksi. Tinggal bagaimana pasar meminta kemampuan
mereka. Itu yang membuat pekerjaan mengajar jadi kegiatan sambilan saja.
Mengajar jadi cara untuk menutup dan memoles fakta. Coba apa pernah
dosen hukum mengajarkan padamu bahwa tiap orang sebenarnya tak sama
kedudukannya di mata hukum? Coba pernahkan dosen ekonomi mu bilang kalau
kemiskinan itu karena lebarnya kesenjangan? Mana pernah dosen agama
katakana bahwa agama bisa jadi candu kalau pemeluknya bodoh dan buta
pada keadaan?
Akhirnya, saya tutup tulisan ini dengan beberapa Tanya dibawah ini?
Kau ingin jadi apa? Pengacara, untuk
mempertahankan hukum kaum kaya, yang secara inheren tidak adil? Dokter,
untuk menjaga kesehatan kaum kaya, dan menganjurkanmakanan yang sehat,
udara yang baik, dan waktu istirahat kepada mereka yang memaksa kaum
miskin? Arsitek?, untuk membangun rumah nyaman untuk tuan tanah?
Lihatlah disekelilingmu dan paksa hati nuranimu. Apa kau tak mengerti
bahwa tugasmu adalah sangat berbeda: untuk bersekutu dengan kaum
tertindas, dan bekerja untuk menghancurkan system yang kejam ini?
![IMG-20170327-WA0001[1]](https://marhaenislokajaya.files.wordpress.com/2017/03/img-20170327-wa00011.jpg?w=137&h=219)
Rifai Lahir di Kab
Sumenep. Anaknya suka mikir yang rada gimana gitu. Mahasiswa STIE Widya
Wiwaha Yogyakarta, kandidat masa depan untuk bangsa. “Tidak suka minyak
Babi Cap Onta”.
sumber gambar penulis: Potret Pribadi.
Posting Komentar untuk "KULIAH? LALU SIAPAKAH SEBENARNYA DIRIMU MAHASISWA? "
Berkomentarlah dengan Bijak dan Kritis!