Politik “doktrin” dan Politik “baper”

Nampaknya menyimpan sekat ataupun garis
politik adalah sesuatu yang aneh. Karena politik itu dinamis, bisa
berubah kapanpun sesuai dengan keadaan. Hanya karena kekecewaan dimasa
lampau, menjadikan habitus yang seakan wajar untuk diwariskan. Ketika
ada orang baru masuk ke dalam sebuah organisasi, maka doktrin yang akan
dipakai adalah “mereka bukan kawan kita” dan “mereka kawan kita”. Dan
yang menjadi lebih parah lagi adalah, mereka yang baru saja masuk
mempercayainya begitu saja. Seakan itu menjadi kebenaran yang sudah
mutlak. Adolf Hitler pernah mengatakan, “Sebuah kebohongan yang
disampaikan seribu kali akan menyebabkan masyarakat menjadi yakin bahwa
kebohongan itu adalah satu kebenaran.”
Mewariskan sentimen yang tidak
bertanggung jawab nampaknya tidak sejalan dengan ideologi manapaun dalam
organisasi. Perbedaan pendapat itu wajar, namun itu hanya pada ranah
gagasan. Kita harus membedakan perbedaan sikap politik dan ranah
persahabatan. Selalu mewariskan sentimen politik keranah pribadi tidak
akan membuat kita belajar. Seperti yang pernah dituliskan Dr. Budiawan
dalam buku Diburu Di Pulau Buru, “sebab, kita tidak akan pernah
belajar apapun dari kebencian, seperti halnya kita juga tidak akan
pernah belajar apapun dari sikap memuja-muja”
Kita semua sepakat, kita didik untuk
mampu berfikir merdeka. Lantas dimana letak kemerdekaanmu jika kamu
tidak bisa menghilangkan apa yang disebut Francis Bacon sebagai Idios?. Hanya menerima begitu saja warisan dari pendahulumu?.[]
Posting Komentar untuk "Politik “doktrin” dan Politik “baper”"
Berkomentarlah dengan Bijak dan Kritis!