Dosa Besar Tagar 2019 Ganti Presiden
Oleh: Ali Munir S.
https://www.koranriau.com
"Menyebarkan
sesuatu yang tidak jelas (hoax) itu fitnah. Dan fitnah itu lebih
kejam daripada pembunuhan". Anonim
Minggu-Minggu
ini kita disodorkan dengan isu-isu politik yang semakin memanas, dan
saya kira semuanya akan tetap berlanjut. Namun, untuk sementara saya
akan sedikit membahas isu besar akhir ini, yaitu soal Tagar 2019
Ganti Presiden. Karena bagi saya gerakan ini merupakan upaya dari
oposisi untuk merebut panggung politik.
Tadi
malam (malam Sabtu) saya berdiskusi dengan teman-teman Intrans
Community di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dan beberapa dari mereka
sepakat dengan Tagar 2019 Ganti Presiden dengan hanya satu alasan
Fundamental di bidang ekonomi. Bahwa masyarakat kita di bawah itu
sengsara, serta dihadapkan dengan barang-barang yang semakin mahal.
Sementara hutang negara semakin besar.
Tagar
2019 Ganti Presiden mulai dicuatkan oleh Sekjen PKS, Mardani Ali
Sera, melalui akun twitternya pada 10 Maret lalu. Kemudian tagar
tersebut oleh simpatisannya dijadikan alat kampanye melalui
media-media sosial, termasuk Whatsapp dan Grup Facebook.
Alasan-alasan yang dipaparkan dalam akun-akun media sosial tersebut
menyangkut isu-isu negatif tentang presiden Jokowi antara lain
sebagai berikut:
1.
Hutang luar negeri semakin bertambah. Saya mengakui bahwa hutang luar
negeri presiden Jokowi semakin bertambah. Tetapi kita tidak bisa
mengatakan bahwa semua hutang itu milik Jokowi. Bahkan Sri Mulyani
sebagai menteri Keuangan pun mengatakan, bahwa hutang kita memang
bertambah. Bertambahnya hutang itu karena pembangunan ekonomi. Bila
ekonomi dibangun, berarti akemampuan kita untuk bayar hutang memang
besar di masa yang akan datang. Kita tidak bisa serta merta bayar
hutang sekali jalan, perlu perputaran ekonomi dan peluamg ke depan.
Emang yakin kita sanggup bayar hutang saat ini juga? Sepengatahuan
saya, siapapun presidennya, tidak pernah mampu sekali bayar bisa
lunas hutang.
2.
Aset lokal dikuasai pihak Asing, dan bahkan para pekerjanya dari
Asing. Saya sepakat dengan pernyataan demikian. Tetapi siapa yang
pertamakali menjual aset kita? Apakah Jokowi? Faktanya, aset
fundamental kita semacam Freeport dan Kelapa Sawit di Kalimantan
pertama kali dijual oleh Presiden Soeharto. Dan dampaknya kepada
rakyat waktu itu tidak ada, hanya perilaku koruptif pemerintah
sehingga hutang menumpuk pula. Hal inilah yang tidak diketahui
masyarakat awam kita. Sehingga mereka mudah digiring pada opini
kampanye seakan-akan Jokowi yang salah.
Dan
jangan lupa bahwa kata Aldian Napitupulu di Talkshow Kompas TV, yang
kemudian diupload juga oleh beberapa akun di Youtube.com, kita
terjebak pada ekonomi ASEAN dalam bentuk pasar bebas pertamakali
dilakukan oleh Soeharto pada tahun 1997. Dari sana kita tidak bisa
memungkiri untuk mengikuti aturan yang ada, bahwa perdagangan dan
investasi antar negara itu dibolehkan secara bebas. Termasuk apabila
China berinvestasi di Indonesia. Siapa yang salah dengan keadaan
kapitalis kita hari ini?
3.
Jokowi tidak pro terhadap islam. Saya sepakat dengan hal demikian.
Tetapi islam yang mana? Karena sejauh ini ormas terbesar islam
sekelas NU masih mendukung Jokowi, bahkan ketika akan dikeluarkannya
Perpu Ormas yang mampu membubarkan HTI. Jadi kesimpulannya, Jokowi
tidak pro terhadap Islam yang bertentangan dengan Pancasila. Yang
radikal dan cenderung pada Terorisme. Termasuk FPI dan HTI.
4.
Jokowi ingkar janji, dan banyak sekali yang tidak ditepati. Bahwa ada
beberapa program Jokowi yang tidak berjalan, saya sepakat. Tetapi
bagi saya tidak ada presiden yang absolut. Semuanya tergantung
situasi dan kondisi. Karena bagi saya presiden bukanlah Tuhan.
5.
Harga barang semakin naik. Disini yang perlu diapahami adalah
perputaran ekonomi dan mata uang dunia. Saya tidak ingin membahas
lebar. Tetapi gambarannya sederhananya seperti ini: Jika hutang kita
semakin bertambah karena ada bunga tiap tahunnya, sementara harga
barang tidak dinaikkan, dan pajak tidak dinaikkan, APBN mau dapat
dari mana untuk menanggung anggaran nasional? Kemudian, perlu juga
dipahami bahwa negara kita itu sudah kapitalis. Dimana perusahaan
memiliki hak mutlak untuk menumpuk modal. Dan perusahan-perusahaan
kapitalis itu berasal dari kebijakan Pasar Bebas ASEAN di masa
Soeharto. Berarti, mahalnya barang dikarenakan adanya kapitalis.
Adanya kapitalis dikarenakan Soeharto. Berarti yang salah? Yang makan
uangnya sampai hari ini? Keturunan Soeharto.
Nah,
disinilah dosa besar Tagar 2019 Ganti Presiden. Kata Adian
Napitupulu, Bahwa selain isu yang diangkat cenderung tidak solutif,
bahkan cenderung pada hujatan kebencian, juga belum dipastikan siapa
tokoh calon yang akan diusung sebagai alternatif. Dan otomatis
tawaran programnya tidak ada. Lalu, dengan cara apa kita percaya
bahwa bila presiden diganti akan semakin lebih baik? Orangnya belum
ada. Apalagi programnya.
Marilah
kita tidak terjebak pada sensasi isu nasional yang seakan membuncah
itu. Karena kita harus meihat dari banyak sisi. Dari sejarah hingga
kini, dari kini hingga masa yang akan datang. Dan Jokowi membangun
infrastruktur ekonomi ke depan memiliki tujuan yang jelas:
Berjalannya pasar produksi masyarakat. Jangan sampai kita terbawa
pada tawaran yang kosong, tanpa ada isi yang ditawarkan. Pasalnya, jika lawannya adalah Prabowo, kita lihat Prabowo itu siapa, dan track record politinya bagaimana. Karena sejauh ini, Prabowo belum pernah memimpin pemerintahan dalam bentuk apapun. Selain itu, Prabowo adalah kader dan bahkan kawan akrab Soeharto. Jangan sampai, kita kembali pada masa kekuasaan militer yang otoritatif. Dan Prabowo pro terhadap islam radikal, sehingga pendukungnya juga kebanyakan dari mereka. Islam yang awam, semacam MCA yang sampai sekarang grup FB nya masih eksis berkampanye. Sehingga dimungkinkan adanya kebangkitan kembali Hizbut Tahrir Indonesia.[]
Posting Komentar untuk "Dosa Besar Tagar 2019 Ganti Presiden"
Berkomentarlah dengan Bijak dan Kritis!