Marhaenisme dalam Perspektif Ilmu Tasawuf
Oleh:
Deri Juniar (UIN Sunan Gunung Djati Bandung)
https://4.bp.blogspot.com/
Marhaenisme
adalah sebuah ideologi yang dikembangkan oleh Presiden pertama Republik
Indonesia yaitu Ir. Sukarno, ideologi yang diharapkan jadi sebuah pondasi dalam
bernegara yang menjadi azas mutlak dalam kehidupan setiap warga Negara.
Sebagaimana yang telah dikatakan bahwa Azas adalah dasar atau pegangan kita
yang walau sampai lebur kiamatpun terus menentukan sikap kita dan menentukan
duduknya nyawa kita[1].
Artinya bahwa azas lah yang harus menjadi jati diri kita sebagai warga Negara
Indonesia bahkan sampai kita matipun azas dalam diri kita harus tetap ada,
karena itu yang menentukan kedudukan kita serta sikap kita dalam bernegara.
Dalam pengakuannya, Bung Karno mengaku bahwa ide terciptanya akan
sebuah istilah “marhaen” adalah dari keprihatinannya terhadap rakyat kecil,
yang pada saat itu itu Sukarno melihat seorang petani yang terkekang atau
terpenjara oleh sistem dalam dirinya sehingga meskipun petani tersebut bekerja
sendiri tidak bekerja kepada orang lain dan memiliki sendiri alat produksi
dalam bertaninya seperti sawahnya milik sendiri, alat-alat bajaknya punya
sendiri, tapi meskipun begitu petani tersebut tidak bisa berkembang dalam
perekonomiannya bahkan hanya cukup memberi makan keluarganya sendiri dari hasil
Taninya tersebut. Maka dapat kita sedikit menyimpulkan bahwa asal mula
terciptanya sebuah gerakan marhaenisme itu adalah dari sebuah keprihatinan
rakyat kecil yang mana marhaenis menyebutnya sebagai marhaen, terdorong untuk
bisa lebih menolong dan membantu rakyat kecil agar bisa berkembang dan maju
dalam kehidupannya dan tidak tertindas, maka muncullah ideologi yang bernama
Marhaenisme.
Marhaenisme yang menjadi ideologi
bernegara ini tidak bisa jika hanya diartikan dalam artian yang sempit,
marhaenisme muncul bukan hanya gerakan ideologi yang hanya untuk membantu
rakyat kecil atau marhaen saja, tapi lebih dari itu, marhaenisme muncul sebagai
azas bernegara yang mementingkan rakyat kecil/marhaen serta menjadi dasar
terciptanya Negara yang sejahtera, marhaensime juga menjadi motivasi perjuangan
untuk Indonesia merdeka sebagaimana yang telah dikatakan oleh Bung Karno dalam
konferensinya di kota Mataram yang disimpulkan oleh Partindo bahwa Marhaenisme
adalah cara perjuangan untuk mencapai susunan masyarakat dan susunan Negeri,
yang oleh karenanya, harus suatu perjuangan yang revolusioner[2].
Terlebih dari itu semua marhaenisme lah yang menjadi dasar Negara
kita saat ini yang tertuang dalam lima pondasi Negara atau yang kita sebut
sebagai Pancasila. Pancasila ada dari sebuah ideologi yaitu marhaenisme, juga
disebutkan bahwa Marhaenisme adalah sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi[3],
dan pengertian inilah yang sekarang berkembang menjadi pancasila sebagai dasar
Negara Indonesia. Intinya tetaplah sama pancasila ataupun marhaenisme haruslah
berpihak dan memperhatikan rakyat kecil/marhaen untuk tercapainya Negara yang
sejahtera dan merdeka dalam artian yang sebenarnya.
Kemudian ketika kita memposisikan dalam posisi kita sekarang, maka
muncul sebuah perspektif terhadap Marhaenisme, berbicara tentang sebuah perspektif atau sudut
pandang, maka akan sangat banyak sekali perspektif, sebanyak mata yang ada
melihat, sebanyak pikiran yang berpikir, sebanyak hati yang merasakan. Maka
dalam sebuah tulisan ini, penulis mencoba memberikan perspektif mengenai
marhaenisme menurut posisi dan pengetahuan penulis saat ini. Terfokus pada
bagaimana perspektif Tasawuf dalam melihat atau bahkan memaknai apa itu
marhaenisme, maka akan banyak perbedaan yang ada dalam memahami hal tersebut,
tergantung sejauhmana dan sebanyak apa orang yang melihatnya.
Tersimpulkan dalam diri kita sebagian pengertian bahwa marhaenisme
adalah sebuah ideologi dalam Negara kita Indonesia yang terfokus pada pembelaan
kita terhadap rakyat kecil, buruh tani, proletar, dann rakyat yang tertindas
lainnya atau disebut sebagai marhaen. Maka seperti apakah sebagian kecil mata
Tasawuf melihatnya?. Tasawuf sendiri adalah sebuah ilmu dalam agama islam yang
mana memfokuskan pada kesucian jiwa serta kelembutan hati dalam kehidupan kita
di dunia ini serta akan menjadi penentu kebahagiaan kita di akhirat.
Tasawuf merupakan bagian integral dari system ajaran islam, Islam
tanpa tasawuf bukanlah islam kaffah, sebagaimana yang diajarkan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam, Islam kaffah adalah islam yang
didalamnya terpadu aspek akidah, syari’at dan hakikat, dari akidah lahir
tauhid, dari syari’at lahir fiqih dan dari hakikat lahir tasawuf yang kemudian
melahirkan tarekat[4].
Artinya apa, bahwa tasawuf adalah ilmu yang bisa jadi mencakup keseluruhan
ajaran Islam yang diposisikan pada hakikat Islam itu sendiri. Sebetulnya,
ketiga aspek Islam yaitu Tauhid, Fiqih dan Tasawuf tidaklah bisa dipisahkan
satu sama lain, karena kesatuan itu adalah syarat menuju Islam yang kaffah atau
Islam yang sempurna. Terfokus pada Tasawuf, tasawuf tidak bisa berdiri sendiri
tanpa tauhid dan fikih. Maka ketika mempelajari aspek tasawuf, pelajari juga 2
aspek lainnya yaitu Tauhid dan Fikih.
Tasawuf mengajarkan bagaimana hubungan kita kepada Allah SWT, namun
Tasawuf juga mengajarkan bagaimana hubungan kita terhadap sesama makhluk.
Karena ilmu tasawuf merupakan ilmu yang pokok dan syarat utama bagi disiplin
ilmu yang lain, sebab tidak akan ada ilmu dan amal kecuali dengan maksud
mendekatkan diri kepada Allah[5].
Yang dimaksud ilmu amal disini adalah ilmu dhohir atau ilmu social yaitu ilmu
hubungan kita sesama makhluk/manusia. Maka ada juga yang menyebutkan bahwa
Tasawuf itu adalah akhlak, akhlak kita terhadap sang pencipta dan akhlak kita
terhadap sesama manusia, tentunya dengan harapan akhlak yang baik.
Lalu bagaimana Ilmu Tasawuf memandang marhaenisme, jelas bahwa
tasawuf mengharapkan dan mengajarkan hubungan baik kita sesama manusia tanpa
memandang kelas social, namun melihat mana yang lebih perlu membutuhkan
bantuan maka itu yang di prioritaskan. Marhaenisme sebagai ideologi yang
memperjuangkan atau menyelamatkan rakyat kecil maka akan ada korelasi bagaimana
hubungan kita terhadap manusia, bagaimana kita merasakan dengan hati apa yang
dirasakan orang dalam penderitaannya dan itu tasawuf menagajarkan kepada kita.
Dalam ajaran ilmu Tasawuf dikenal maqom dan akhwal, maqom itu
adalah tempat dan diartikan sebagai sebuah usaha kita dalam mencapai
ma’rifatullah, kemudian akhwal adalah sebuah keadaan, keadaan dimana dan sejauh
mana usaha yang kita lakukan untuk mencapai ma’rifatullah. Pada maqom tasawuf
ada yang dinamakan zuhud, zuhud adalah usaha kita menyederhanakan diri dalam
kehidupan. Zuhud menurut Junaid al-Baghdadi yaitu ketika tangan tidak memiliki
apa-apa dan pengosongan hati daripada cita-cita. Artinya zuhud adalah usaha
hati kita agar tidak hedon/keduniaan, maka dalam usaha Zuhud ini yang diolah
adalah rasa, mengolah rasa merasakan apa yang dirasakan orang lain yang
menderita akan membuat hati kita peka dan disitulah muncul sifat zuhud kita.
Maka memperhatikan serta merasakan apa yang dirasakan rakyat kecil dalam upaya
berusaha dalam kezuhudan itu baik dan harus dilakukan bagi salik atau orang
yang mempelajari ilmu tasawuf.
Kemudian menurut Ahmad dahlan Ranuwihardjo dalam seminar nasional
tentang “aktualisasi marhaenisme dalam pembangunan masyarakat madani
berdasarkan pancasila” pada tanggal 13 maret 1999, menyebutkan bahwa kaum
marhaen sama halnya dengan kaum dhu’afa. Maka dari itu akhlak kita sebagai
muslim terhadap kaum dhu’afa banyak di ajarkan dalam Al-Qur’an dan Hadist,
bahwa kita harus mencintai, membantu dan lain sebagainya terhadap kaum dhu’afa.
Penulis berkeyakinan bahwa apabila kita meggunakan Ilmu Tasawuf sebagai dasar
akhlak kita, maka akan tercipta keindahan serta kebahagian dunia dan akhirat.
Tasawuf mengajarkan akhlak yang baik terhadap sesama manusia apalagi terhadap
kaum marhaen sebagai proses kita taqqarrub ilallah, sebagaimana yang disebutkan
essensi mau’izah dalam tasawuf diantaranya memberikan layanan social
yang terbaik untuk umat[6].
Dengan besar maaf, hanya sebagian kecil yang penulis ungkpakan
dalam tulisan ini, mudah-mudahan dapat bermanfaat menambah wawasan keilmuan
kita. Sekian dan terimakasih. Sedikit penulis mengutip perkataan Ibn Hazm
al-Andalusi dalam bukunya psikologi akhlak yaitu:
“Batatasan keberanian adalah berjuang mati-matian membela agama,
membela hak-hak kaum wanita, membela tetangga yang di dzolimi, melindungi orang
tertindas, atau menjaga harga diri yang dirusak pihak lain. Tidak bertindak
demikian berarti pengecut dan lemah”.[]
Referensi:
Ir. Sukarno, Pokok-Pokok
Ajaran Marhaenisme Menurut Bung Karno dalam Fikiran Ra’jat, 1993, 2017, hlm
69-70.
Ir. Sukarno, Pokok-pokok Aajaran
Marhaenisme Menurut Bung Karno dalam Fikiran Ra’jat 1933, 2017, hlm 29.
Ir. Sukarno, Pokok-pokok Aajaran
Marhaenisme Menurut Bung Karno dalam Fikiran Ra’jat 1933, 2017, hlm 27.
Dr. H. Cecep Alba, M.A., Tasawuf
dan Tarekat, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012, hlm 7.
Dr. H. Cecep Alba, M.A., Tasawuf
dan Tarekat, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012, hlm 13.
Dr. H. Cecep Alba, M.A., Tasawuf dan
Tarekat, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012, hlm 30.
[1] Ir. Sukarno, Pokok-Pokok Ajaran Marhaenisme Menurut Bung Karno
dalam Fikiran Ra’jat, 1993, 2017, hlm 69-70.
[2] Ir. Sukarno, Pokok-pokok Aajaran Marhaenisme Menurut Bung Karno
dalam Fikiran Ra’jat 1933, 2017, hlm 29.
[3] Ir. Sukarno, Pokok-pokok Aajaran Marhaenisme Menurut Bung Karno
dalam Fikiran Ra’jat 1933, 2017, hlm 27.
[4] Dr. H. Cecep Alba, M.A., Tasawuf dan Tarekat, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2012, hlm 7.
[5] Dr. H. Cecep Alba, M.A., Tasawuf dan Tarekat, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2012, hlm 13.
[6] Dr. H. Cecep Alba, M.A., Tasawuf dan Tarekat, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2012, hlm 30.
Posting Komentar untuk "Marhaenisme dalam Perspektif Ilmu Tasawuf"
Berkomentarlah dengan Bijak dan Kritis!