Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jak-Ngajak: Gotong Royong dalam Merajut Kebersamaan, Toleransi dan Perdamaian Di Masyarakat Madura

 Oleh: Ali Munir S.

Jak-Ngajak: Gotong Royong dalam Merajut Kebersamaan, Toleransi dan Perdamaian Di Masyarakat Madura
 
Indonesia sebagai negara yang paling subur dan luas di dunia, merupakan anugerah yang patut dihargai oleh seluruh rakyatnya. Hal tersebut sudah dilakukan oleh para leluhur, bahkan jauh sebelum kemerdekaan. Di masa itu, dimana sistem sosial-agama masyarakat masih primitif, serta kerajaan masih berkuasa dalam pergumulan politik, masyarakat telah mengenal nilai-nilai moral dan kesusilaan dalam kehidupan kelompoknya. Kehidupan kelompok itu bisa berupa suku, etnis, ras maupun kebudayaan.

Di masa sebelum, sesudah dan pada momentum kemerdekaan, masyarakat Indonesia yang terdiri dari banyak suku dan identitas lainnya bersepakat untuk melawan musuh yang sama yaitu kolonialisme bangsa asing. Mereka sudah tidak lagi memperhitungkan perbedaan agama, suku dan yang lainnya, demi kecintaan mereka pada tanah air. Sehingga sang proklamator negara, Ir. Soekarno, beserta tokoh lainnya dengan susah payah merumuskan asas dasar, pedoman hidup dan cita-cita bersama dalam membentuk kesatuan negara. Kemudian daripada usaha tersebut didapatkan kesepakatan bersama perihal asas bersama yaitu pancasila. 

Pancasila sebagai asas final dari Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak mungkin lagi diganggu gugat secara mutlak. Karena pancasila mengandung nilai-nilai persatuan dan keadilan sosial, sebagaimana mimpi bersama seluruh rakyat Indonesia. Bila di kemudian hari asas tersebut diganggu gugat, atau dirubah esensinya, maka sangat dimungkinkan adanya perpecahan antara wilayah, suku dan lainnya, bahkan pertumpahan darah antara sesama saudara sebangsa dan se-negara. Oleh karena itu, mempertahankan pancasila dan menjalankan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya adalah wajib hukumnya dalam hukum sebuah negara demi kedamaian serta kesejahteraan bersama.

Pulau Madura, sebagai salah satu suku yang ada di Indonesia, memiliki ciri khas sendiri yang berbeda dari suku lain, walaupun secara administrasi termasuk bagian dari Provinsi Jawa Timur. Perbedaan tersebut berupa perilaku sosial, kebudayaan dan bahasa yang sudah dibumikan oleh para leluhur sejak berabad-abad silam, serta terus dipelihara dari generasi ke generasi hingga sekarang. Salah satu budaya dalam perilaku sosial masyarakat Madura adalah Jak-Ngajak.

Jak-Ngajak merupakan bahasa Madura dari asal kata Ngajak, yang berarti mengajak atau meminta tolong. Dalam kehidupan sosial, Jak-Ngajak dilakukan sesorang yang memiliki hajat atau pekerjaan dalam hal kerumahtanggaan, seperti membangun rumah, tasyakkuran, lelayat kematian, dan sebagainya. Biasanya, dalam rentang waktu 7 sampai 1 hari sebelum acara, orang yang punya hajat akan datang ke tiap-tiap rumah tetangganya untuk meminta tolong atau mengundang untuk membantu berjalannya acara tersebut. Sehingga pada saat acara tiba, orang-orang di sekelilingnya akan berkumpul bersama tanpa diberikan imbalan apapun oleh orang yang punya hajat (sukarela). 

Budaya Jak-Ngajak masih bertahan hingga sekarang. Karena masyarakat Madura merasa lebih nyaman ketika sebuah pekerjaan besar dilakukan secara bersama-sama, dan tanpa perlu memperhitungkan imbalan atau hadiah. Satu-satunya imbalan saat acara kerja bakti yang dilakukan secara gotong royong tersebut adalah konsumsi, yang berupa rokok, kopi dan nasi. Setiap orang berhak  Jak-Ngajak kepada tetangganya, dengan alasan ketika dia juga diundang kerja bakti pada suatu acara, dia juga akan datang menolong. Bagi satu atau dua orang yang tidak mau diundang Jak-Ngajak, maka ketika orang itu memiliki acara tidak akan ditolong oleh masyarakat yang pernah mengundangnya di hari-hari sebelumnya. Oleh karena itu, Jak-Ngajak terus lestari dalam rangka menjaga kenyamanan sosial antara satu orang dengan yang lain.

Jak-Ngajak dalam istilah bahasa nasional Indonesia sama dengan gotong royong. Gotong royong adalah asas kebangsaan yang kerap diteriakkan oleh Presiden Soekarno di masa-masa kemerdekaan. Karena gotong royong sudah ada dalam masyarakat Indonesia sejak lama sebelum merdeka. Sehingga hal tersebut kemudian dijadikan asas dan budaya bangsa Indonesia dalam kehidupan bernegara, dan tetap dipertahankan sampai era sekarang. Tentu cara menjalankan dari satu suku dengan suku lain berbeda-beda sesuai budaya masing-masing, termasuk Jak-Ngajak yang ada di suku Madura.

Budaya Jak-Ngajak syarat dengan nilai-nilai luhur kemanusiaan. Nilai-nilai tersebut menjadi aset pondasi persatuan bangsa dalam menjaga kerukunan nasional satu sama lain, antar masyarakat yang berbeda. Karena sebagaimana diketahui, tak ada satu pun pulau di Indonesia yang berdiri sendiri. Satu sama lain pasti saling membutuhkan dan melengkapi dalam hal kelebihan dan kekurangan masing-masing untuk dapat berkembang dan bertahan hidup di setiap masa maupun peradaban. Masyarakat Jawa, misalnya, membutuhkan masyarakat Madura dalam hal produk tembakau, gula merah dan yang lainnya. Termasuk dari kebutuhan tersebut adalah kebutuhan tenaga kerja kasar. Karena jawa dikenal dengan kemajuan masyarakat intelektualnya yang sudah lebih dahulu berkembang dibandingkan daerah lainnya di Indonesia. 

Nilai-nilai yang dimaksud dalam Jak-Ngajak yaitu; Pertama, nilai kebersamaan. Dalam budaya Jak-Ngajak, satu pekerjaan yang berskala besar bisa dilakukan secara bersama-sama. Secara tidak sengaja dalam mengerjakan hal tersebut memerlukan kebersamaan. Karena pekerjaaan yang dimaksud tidak bisa dikerjakan hanya oleh satu orang. Dalam kerja bakti pemindahan kandang sapi, misalnya, memerlukan banyak orang untuk mengangkat kandang dari tempat asal ke tempat yang lain. Sehingga diperlukan kesamaan rasa, keseimbangan dan saling pengertian dalam rangka mengangkat kandang tersebut ke tempat tujuannya.

Kedua, toleransi. Masyarakat memiliki karakter dan fisik yang berbeda-beda satu sama lain. Dengan demikian, diperlukan rasa toleransi yang jernih dalam rangka mencapai sebuah tujuan. Acara Jak-Ngajak akan terlaksana ketika satu orang kuat akan mengerti orang lain yang lemah, sehingga yang kuat bersedia mengerjakan hal berat dan yang lemah akan mengerjakan hal yang ringan. Karena dalam sebuah acara Jak-Ngajak tidak semua pekerjaan berat dan tidak semuanya ringan. Misalnya, dalam acara pembangunan rumah. Mengangkat banyak batu bata yang bertumpuk adalah pekerjaan berat, sedangkan mengambil palu dan paku adalah pekerjaan ringan. Dengan demikian toleransi satu sama lain akan dapat menjalankan pekerjaan secara bersama-sama hingga mencapai tujuan.

Toleransi layak mendapatkan perhatian dari seluruh komponen masyarakat Indonesia. Hal tersebut dikarenakan di usia ini banyak sekali pengerusan buidaya lokal yang sebelumnya syarat dengan nilai toleransi. Sehingga lambat laun kehidupan sosial masyarakat bergeser pada sikap individualisme, sejalan dengan dunia framing dalam teknologi yang mengurangi kontak sosial secara langsung di masyarakat pengguna. Semuanya bisa dikembalikan pada semula apabila masyarakat sadar akan sisi lain yang negatif dari era teknologi, serta tetap bangga pada budaya sendiri.

Ketiga, perdamaian. Dalam budaya Jak-Ngajak setiap orang yang diminta tolong tidak boleh menolak ajakan si punya hajat, kecuali dengan alasan yang sangat tidak dimungkinkan seperti sakit. Apabila tanpa alasan seseorang menolak ajakan, maka kemungkinan besar dia akan dibenci dan dikucilkan dari kehidupan masyarakat. Dengan demikian Jak-Ngajak secara tidak langsung mencoba melestarikan perdamaian satu sama lain dengan cara penegertian dan tolong menolong antara sesama. Bahkan dalam keadaan mendesak, masyarakat akan berbondong-bondong membantu tanpa diundang, misalnya acara kematian.

Semua lapisan masyarakat, secara tidak langsung terkatakan secara lisan maupun tertulis, memiliki harapan akan bertahannya kebudayaan lokal yang syarat dengan nilai toleransi, gotong-royong dan perdamaian. Namun demikian, setiap orang tidak bisa hanya berharap agar orang lain yang melakukannya, sementara dirinya sendiri tidak mau bertindak untuk sesama dan bersama. Melainkan setiap individu memiliki kewajiban yang sama untuk meneruskan kebudayaan, walaupun sudah dalam dunia kerja yang berbeda satu sama lain.[]

Posting Komentar untuk "Jak-Ngajak: Gotong Royong dalam Merajut Kebersamaan, Toleransi dan Perdamaian Di Masyarakat Madura"