Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Marxisme, Theisme dan GMNI: Notulensi Diskusi "Ngomongin Marxisme"

 


Oleh : Bagis Syarof (Notulis diskusi “Ngomongin Marxisme”)

Menjadi theis, atau orang masyarakat beragama, wajar, karena semua orang berhak meyakini dengan proses pikirannya. Menjadi atheis, atau masyarakat tanpa agama, juga wajar, karena setiap manusia, berhak tidak meyakini sesuatu yang menurut pikirannya, tidak ada, Tuhan. Semua orang berhak berekspresi menurut pikirannya masing masing.

Paham yang meyakini keberadaan Tuhan juga kontra dengan marxisme secara mendasar. Dalam teroi marxisme, dilandasi dengan materialisme. Hal yang bersifat materi, bisa dicerna oleh panca indra secara normal, itu bisa diakui keberadaannya. Berbeda dengan theisme. Mereka mempercayai hal yang bersifat abstrak, ruh absolut. Mereka meyakini keberadaan Tuhan yang notabene tidak bisa dicerna oleh indera manusia secara normal. Itulah perbedaan dasar antara marxisme dan theisme.

Marx, mengkritik keberadaan theis yang berada pada zamannya. Mereka melihat bahwa, agama adalah jalan yang bisa menuntun manusia terhadap kebenaran. Namun, banyak pemuka agama memelintir agama, sebagai alat penguasa. Dalil agama dijadikan alat untuk melanggengkan kekuasaan yang sewenang-wenang. Oleh karena itu Karl Marx, dalam narasi kritiknya, mengatakan bahwa agama adalah candu.

Ketika agama menjadi alat sebuah kekuasaan untuk menyengsarakan orang lain, dan memperkaya penguasa, memang perlu dilawan. Agama yang nyatanya mengajarkan kebaikan terhadap sesama manusia, dipelintir untuk memusuhi. Agama yang seperti ini dalam pandangan kami, sebagai candu dalam pernyataan kritik Marx.

Bagaimana dengan GMNI yang theis dalam mempejari Marxisme yang atheis?

Dalam asas Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Marhaenisme, salah satu butirnya adalah ketuhanan yang Maha Esa. Secara mendasar GMNI mempercayai adanya Tuhan. Karena memang, lahirnya Marhaenisme, ditemukan oleh Bung Karno dari keadaan Bangsa Indonesia pada saat itu. Adalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang beragama.

Belajar Marxisme yang notabene atheis, tidak ada larangan. Karena dalam pemahaman kami, agama dalam narasi kritik Marx, yaitu agama yang kolot, tidak dinamis, serta mencegah adanya perubahan peradaban yang lebih baik. Maka sebagai masyarakat yang theis, belajar ideologi atheis, marxisme, tidak masalah, jika hal itu membawa kita semua terhadap peradaban yang lebih baik.  


Posting Komentar untuk "Marxisme, Theisme dan GMNI: Notulensi Diskusi "Ngomongin Marxisme""