Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Dari Seorang Teman yang Resah dengan Kehidupan Sosial yang Mulai Kacau

Dari Seorang Teman yang Resah Dengan Kehidupan Sosial yang Mulai Kacau

Tulisan ini saya mulai dari kejadian di suatu sore, ketika saya sedang menuju kos-kosan teman lama di daerah Gowok. Karena dia pindah kos, di tengah perjalanan saya menelponnya untuk bertanya lebih rinci di mana kosnya berada. Namun dia tidak mengangkatnya.

Daripada kebingungan, mending saya hubungi teman lain yang kosannya paling dekat untuk istirahat barang sebentar, pikir saya. Akhirnya terbesit nama “Lanjar” dalam pikiran saya, dan saya pun menghubunginya. Ternyata dia sedang nongkrong di warung kopi Kopas yang membuat saya ngegas motor menuju ke sana.

Beberapa menit kemudian, saya pun di Kopas. Di sana, Lanjar tidak sendirian. Dia berdua bersama temannya yang bernama “Banin”. Aku pun duduk dan secara mendadak Banin langsung mengajukan pertanyaan perihal apa yang diresahkan oleh Lanjar.

“Ini Bung. Lanjar resah katanya sama kehidupan sosial masyarakat sekarang.” Ucapnya, yang disusul dengan tawa.

“Gimana, Njar?” tanya saya meminta penjelasan.

“Ini. Apa? Ya, apa ya? Saya tuh ingin kita-kita ini hidup kembali ke alam.”

“Alam Gaib?” Timpal saya bercanda.

“Ya, bukan begitu. Maksudnya, masyarakat kita tuh harusnya menjadi masyarakat yang baik, teratur, tidak caci sana caci sini. Adu domba dan sebagainya, menurut saya tuh tidak sesuai dengan cita-cita para pejuang kita yang terdahulu begitu. ......” dan selanjutnya dia jelaskan panjang lebar.

“Oh, aku paham. Maksudmu, kehidupan sosial budaya, ekonomi dan sebagainya dalam masyarakat itu harus dikembalikan kepada apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh masyarakat itu, ya kan? Perilaku sosial yang sifatnya kontekstual sesuai dengan apa yang mereka miliki, bukan apa yang mereka inginkan. Sehingga tidak ngawang-ngawang sebagaimana contoh dalam dunia pendidikan, yang kurikulumnya sangat jauh dari kebutuhan sehari-hari masyarakat.” Sambung saya.

“Oke. Sekarang, apa solusi untuk memecahkan persoalan itu, di mana masyarakat sudah diobrak abrik dengan ide-ide yang tidak lagi penting bagi mereka?”

“Menurut saya harus dimulai dari pemudanya, Bung. Karena pemuda itu ya harapan masa depan, begitu. Otomatis mereka harus banyak belajar, bagaimana cara berkehidupan sosial yang baik, dan apa yang bisa mereka perbuat untuk kampung mereka.”

“Tapi, kan ide yang ditelurkan kepada para pemuda sekarang kan ide-ide yang sebenarnya dapat merusak dasar tatanan sosial dan kultur leluhur masyarakat kita?”

“Ya, gitu sih. Kalo menurut saya itu pemuda sudah harus mulai aktif kayak di masjid, atau di mana begitu. Sehingga mereka punya modal, begitu.”

“Oke, sekarang begini aja deh. Jalan kita bisa memperbaiki tatanan itu kan ada dua; dari atas (pemerintahan) atau dari bawah. Kalau menurutmu kita harus bergerak dari mana?”

“Ya, dari bawah lah.”

“Aku juga sepakat dengan itu.”

“Aku masuk dulu ya. Kalo menurutku pemuda sekarang itu harus terjun langsung ke masyarakat untuk belajar begitu. Jadi tidak hanya diskusi-diskusi yang kadang hilang begitu saja, begitu. Kebanyakan dari kita kan hanya diskusi terus, tapi manfaatnya bagi masyarakat gak ada.” Banin menyambung diskusi.

“Oke. Sekarang, kalau kita memilih untuk bergerak dari bawah, di bagian mana kita harus memulai gerakan itu?” tanya saya.

“Menurut saya pemuda sekarang itu sudah malas untuk bergerak di masyarakat...” dan selanjutnya Banin menjelaskan panjang lebar.

“Kalo aku sih ya, sesuai dengan kompetensi masing-masing. Misalnya aku, anak pendidikan, pendidikan seperti apa yang akan aku telurkan di kampungku? Demikian pula dengan mereka yang punya keterampilan ekonomi dan lain-lain. Yang penting dasarnya adalah untuk mensejahterakan masyarakat.” Sambung saya.

Sebenarnya banyak lagi obrolan perihal keresahan yang tak mungkin kita tuliskan hanya dalam sekali waktu. Karena pada dasarnya, manusia adalah makhluk yang punya akal/ide yang tak pernah berhenti dari waktu ke waktu, yang semuanya berbeda-beda antara satu orang dengan orang lainnya. Dengan demikian, moral dan kehati-hatian menjadi kunci tetap menyeimbang kehidupan masyarakat menuju tatanan sosial yang beraturan.[]

Posting Komentar untuk "Dari Seorang Teman yang Resah dengan Kehidupan Sosial yang Mulai Kacau"