Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Paradoks dalam Filsafat 1: Ketiadaan Itu Ada

Paradoks dalam Filsafat 1: Ketiadaan Itu Ada

Saya akan memulai tulisan ini dengan sebuah kasus dalam bentuk cerita berikut:

A : “Berapa buku yang tidak ada di Rak itu?”

B : “Ada dua.”

A : “Buku apa saja?”

B : “Buku A dan B.”

Percakapan di atas bisa kita bedah dari dua sisi kaitannya dengan “Ada” dan “Tiada” dalam paradoks filsafat. Pertama, dari sisi “Adanya ketiadaan” melalui statemen si B yang berbunyi; Ada dua. Pembedahan melalui statemen ini cukup mudah dilakukan karena memang pada dasarnya yang dibilang “Ada dua” oleh si B itu adalah “Buku yang tidak ada di Rak” (Ketiadaan). 

Kedua, kita bisa bedah melalui pertanyaan si A “Buku apa saja?”. Itu artinya agar si A bisa mengatakan ketiadaan buku itu, perlu bagi si A untuk meletakkan pikiran “Adanya buku” dalam pikirannya. Dengan kata lain, tanpa keberadaan buku di rak, maka si A tidak bisa mengatakan ketiadaan buku di rak itu.

Demikian pula sebaliknya, bahwa keberadaan sesuatu perlu adanya ketiadaan. Sebut saja begini; untuk saya bisa mengatakan bahwa buku ini “Ada”, perlu bagi saya untuk meletakkan alasan dalam pikiran saya bahwa mulanya buku ini tidak ada.

Kasus seperti di atas itulah yang kemudian memberikan pemakluman dalam dunia filsafat bahwa dua sisi yang berbeda itu pada dasarnya adalah satu kesatuan. Karena kenyataan hidup, bagaimanapun juga, ia adalah peristiwa yang melahirkan filsafat atau statemen-statemen baru dalam kehidupan manusia. Termasuk dalam alam pikir manusia itu sendiri, yang pada dirinya “filsafat” ia terus bergerak dan menyebabkan proses filsafat yang tidak pernah selesai.

Dari paparan di atas kita mengambil sedikit titik terang bahwa tidak ada satupun hal yang benar-benar pasti (tidak ada kebenaran mutlak), termasuk dalam dunia pengetahuan dan keagamaan. Karena pengetahuan dan keagamaan pada intinya harus digerakkan oleh alam pikir manusia yang sayangnya berbeda-beda antara satu manusia dengan manusia lainnya. 

Anda ingin membantah ketidakpastian itu dengan Matematika yang katanya ilmu pasti? Tidak. Matematika hanya pasti dalam bilangan persepuluhan, tapi tidak dalam bilangan Binier dan bilangan yang tak terbilang (tidak dapat dijangkau oleh alam pikir manusia).

Jika demikian, apakah benar-benar ada kesamaan? Tidak ada. Yang ada hanyalah kesepakatan dalam sebuah statemen, terutama banyak terjadi pada pengadilan/anggapan terhadap sebuah objek atas dasar keinginan yang sama. Bukan pada realitas pada diri objek itu sendiri.

Jadi, ada dan tiada, benar dan salah, pasti dan tidak pasti, itu adalah satu kesatuan. Dan kesadaran akan hal itulah yang akan melahirkan kebijaksanaan dalam diri manusia. Sehingga tidak ayal bila ada yang mengatakan “Aku Berpikir Maka Aku Ada”, yang akan kita bahas di lain kesempatan.

Ali Munir S.
*Tulisan ini hanya didasarkan pada ulasan pribadi penulis dan tidak menggunakan literatur apapun. Bila pembaca menemukan kesalahan dalam literatur lainnya, silahkan balas tulisan ini dengan bentuk tulisan atau artikel serupa.

Posting Komentar untuk "Paradoks dalam Filsafat 1: Ketiadaan Itu Ada"