Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Paradoks Rintik Hujan: Puisi Banink Lambe

Pradoks Pada Rintik Hujan

Air jatuh dari langit 

Itulah hujan 

Yang sebagian orang menganggap:

Hujan adalah berkah dari langit 


Mengapa tidak dengan tumbu-tumbuhan?

Aspal jalanan?

Dan atap-atap rumah yang gerah akan panasnya terik matahari?


Mereka yang terasing senantiasa mengumandangkan doa 

Ke langit dengan penuh harap pada pencipta 


Bagaimana tidak, harapnya itu dikabulkan 

Sementara di waktu siang dan malam 

Seorang petani menangis agar ladangnya tumbuh dan berbuah 

Hingga mampu menghidupi anak dan cicitnya.


Di lain tempat, kulihat  kakek seorang diri 

Menarik grobaknya, menelusuri tempat-tempat yang kering

Mencari alas dan harapan agar hujan reda 

Dan melanjutkan Kepergiannya.


Tengoklah ke langit! 

Maka kau akan riang:

betapa indah tumpukan doa dan harapan yang berlomba 

Dan saling menjatuhkan 

Bahwa akulah yang lebih tepat dari yang lain


Betapa sulit menjadi pencipta dalam khayalan ini 

Sementara setiap insan mempunyai perbedaan kehendak. 

Tuhanku khayalanku

Manakah pujaan yang engkau anggap sempurna 

Apakah dia si hujan? 

Atau dia Surya?


Kiranya diriku tak patut memperoleh jawabku

Cukuplah takdirmu bagiku


Yogyakarta, 2021

Posting Komentar untuk " Paradoks Rintik Hujan: Puisi Banink Lambe"